Senin, 04 Oktober 2010

Arti Warna Favorit

Hitam
Warna hitam mencerminkan keberanian, ketenangan dan dominasi. Kalau warna hitam warna favorit kamu, hampir bisa di pastikan kalau kamu suka ketenangan, tidak suka konflik dan suka di perhatikan. Kamu lebih suka hal-hal yang alami daripada palsu. Kamu punya kelebihan yang teman teman kamu iri, mampu merasa nyaman di situasi sulit yang bikin orang lain tidak nyaman. Karena memang kamu ngak mudah terganggu! Meski senang di perhatikan kamu yang suka dengan warna hitam bisa nyantai aja saat menjadi pusat perhatian.
Ungu
Warna ungu mencerminkan keanggunan dan kemewahan. Kamu yang suka warna ungu punya sifat spontan, PD. Kamu suka bekerja sama dengan orang lain. Hampir semua orang yang kenal sama kamu setuju bahwa kamu itu unuk, lain daripada yang lain. Selera kamu juga unik sih!! Tau gak sih ungu tuh warna kerajaan eropa jaman dulu lho! Gak heran gaya si ungu ini anggun dan kebanyakan suka kemewahan.
Merah
Warna merah mencerminkan energi dan kehangatan. Kamu suka warna merah?? Berarti kamu tuh enerjik, dinamis, dan suka tantangan. Kamu ngak takut menghadapi apa saja. Kamu tau persis apa yang kamu mau dan biasanya sukses mendapatkannya dengan kerja keras donk!!! Kamu tipe orang yang suka suasana ramai dan hidup! Lonely, no way!! Kamu suka gaul dan akan terus berusaha agar selalu di kelilingi teman-teman kamu
Hijau
Hijau mencerminkan alam dan keharmonisan. Seperti warna kesayangan kamu ini, kamu juga orangnya tenang dan gak gampang panic. Meski nyante, kamu suka kerja keras dalam mewujudkan semua impian kamu!! Kalau sedang ingin ketawa-ketiwi, temen-temen nyari kamu. Tapi kalau ingin ketenangan, mereka juga nyar kamu tuh!!! Hehehe…..
Kamu tuh memancarkan ketenangan dari dalam. Kamu juga punya jiwa seni yang kuat dan alami.
Pink
Warna pink mencerminkan kepercayaan, kebahagian, jiwa muda dan ke’imut’an. Kamu yang suka warna pink bisa jadi punya yang Forever young dan forever imut. Tapi jangan salah lho, kamu juga sangat dewasa dan punya pengertian yang dalam tentang kehidupan. Kamu tulus, gampang di ajaj kerjasama, ramah, dan punya jiwa pemolong, bahkan kamu bisa menjadi pemimpin dan mampu di beri tanggungjawab yang besar!!
Biru
Warna biru mencerminkan kreatifitas dan seni. Kamu suka berbagai hal yang berkaitan dengan musik dan seni. Imajinasi ‘orang-orang biru’ oke banget!!!! Dan imajinasi inilah yang membuat kamu super-duper kreatif. Para fans biru, suka alam serta suasana yang nyaman dan tenang, suasana seperti ini memang sangat mendukung imajinasi dan kreatifitas kamu. Kamu juga bisa di percaya dan di andalkan dan jujur!
Kuning
Warna kuning mencerminkan kebahagian dan optimisme. Kuning adalah warna si pemikir. Kalau kamu suka warna kuning, berarti kamu adalah si pemikir canggih yang sering berhasil menjawab berbagai pertanyaan maupun masalah tentu saja dengan kemampuan berfikirmu. Kamu sering menciptakan ide-ide yang bikin orang takjub. Pecinta warna kuning umumnya cerdas dan ekspresif. Kamu suka bicara, tapi juga suka mendengarkan kamu berbakat jadi penasehat lho! Kamu juga suka keindahan, cinta damai, nyantai dan ngak suka pertengkaran.
Orange
Warna orange mencerminkan semangat dan action. Kalau orange pilihan warnamu, berarti kamu punya semangat yang tinggi sampai-sampai kamu ngak bisa dem. Kamu huga punya kemampuan dan energi yang luar biasa dalam hal mengorganisir berbagai kegiatan dan aktifitas. Dalam mencapai tujuan san cta-cita, kamu bukan main fokusnya seperti anak panah yang tengah melesat ke sasaran. Kamu juga selalu menjadi pusat perhatian teman-teman dan orang-orang di sekeliling kamu

Jumat, 01 Oktober 2010

YOU ARE SPECIAL !

Suatu hari seorang penceramah terkenal membuka seminarnya dengan cara yang unik.
Sambil memegang uang pecahan Rp. 100.000,00.- ia bertanya kepada hadirin, "Siapa
yang mau uang ini?" Tampak banyak tangan diacungkan. Pertanda banyak minat.

"Saya akan berikan ini kepada salah satu dari Anda sekalian, tapi sebelumnya
perkenankanlah saya melakukan ini."

Ia berdiri mendekati hadirin. Uang itu diremas-remas dengan tangannya sampai
berlipat2. Lalu bertanya lagi,"Siapa yang masih mau uang ini?" Jumlah tangan yang
teracung tak berkurang.

"Baiklah," jawabnya, "Apa jadinya bila saya melakukan ini?" ujarnya sambil
menjatuhkan uang itu ke lantai dan menginjak2nya dengan sepatunya. Meski masih utuh,
kini uang itu jadi amat kotor dan tak mulus lagi.

"Nah, apakah sekarang masih ada yang berminat?" Tangan-tangan yang mengacung masih
tetap banyak.

"Hadirin sekalian, Anda baru saja menghadapi sebuah pelajaran penting. Apapun yang
terjadi dengan uang ini, anda masih berminat karena apa yang saya lakukan tidak akan
mengurangi nilainya. Biarpun lecek dan kotor, uang itu tetap bernilai Rp.
100.000,00.-

Dalam kehidupan ini kita pernah beberapa kali terjatuh, terkoyak, dan berlepotan
kotoran akibat keputusan yang kita buat dan situasi yang menerpa kita. Dalam kondisi
seperti itu, kita merasa tak berharga, tak berarti.

Padahal apapun yang telah dan akan terjadi, Anda tidak pernah akan kehilangan nilai
di mata mereka yang mencintai Anda, terlebih di mata Tuhan.

Jangan pernah lupa - Anda spesial...!!!

Tidak semua yang kita inginkan itu baik bagi kita..

Tuhan tahu apa yang terbaik bagi kita.

Semua dimulai dari impianku. Aku ingin menjadi astronot. Aku ingin terbang
ke luar angkasa. Tetapi aku tidak memiliki sesuatu yang tepat.
Aku tidak memiliki gelar. Dan aku bukan seorang pilot.. Namun, sesuatu pun
terjadilah.

Gedung putih mengumumkan mencari warga biasa untuk ikut dalam penerbangan
51-L pesawat ulang-alik Challanger. Dan warga itu adalah seorang guru.

Aku warga biasa, dan aku seorang guru. Hari itu juga aku mengirimkan surat
lamaran ke Washington. Setiap hari aku berlari ke kotak pos.

Akhirnya datanglah amplop resmi berlogo NASA. Doaku terkabulkan ! Aku lolos
penyisihan pertama. Ini benar-benar terjadi padaku. Selama
beberapa minggu berikutnya, perwujudan impianku semakin dekat saat NASA
mengadakan test fisik dan mental. Begitu test selesai, aku menunggu dan
berdoa lagi.! Aku tahu aku semakin dekat pada impianku.
Beberapa waktu kemudian, aku menerima panggilan untuk mengikuti program
latihan astronot khusus di Kennedy Space Center.
Dari 43.000 pelamar, kemudian 10.000 orang, dan kini aku menjadi bagian dari
100 orang yang berkumpul untuk penilaian akhir. Ada simulator, uji
klaustrofobi, latihan ketangkasan, percobaan mabuk udara. Siapakah di antara
kami yang bisa melewati ujian akhir ini ?

Tuhan, biarlah diriku yang terpilih, begitu aku berdoa..

Lalu tibalah berita yang menghancurkan itu. NASA memilih Christina
McAufliffe. Aku kalah. Impian hidupku hancur. Aku mengalami depresi.
Rasa percaya diriku lenyap, dan amarah menggantikan kebahagiaanku. Aku
mempertanyakan semuanya. Kenapa Tuhan ?!
Kenapa bukan aku ?! Bagian diriku yang mana yang kurang ?! Mengapa aku
diperlakukan kejam ?!

Aku berpaling pada ayahku. Katanya, "Semua terjadi karena suatu alasan.."
Selasa, 28 Jan! uari 1986, aku berkumpul bersama teman-teman untuk melihat
peluncuran Challanger. Saat pesawat itu melewati menara
landasan pacu, aku menantang impianku untuk terakhir kali. Tuhan, aku
bersedia melakukan apa saja agar berada di dalam pesawat
itu. Kenapa bukan aku ?!
Tujuh puluh tiga detik kemudian, Tuhan menjawab semua pertanyaanku dan
menghapus semua keraguanku saat Challanger meledak, dan menewaskan semua
penumpang.
Aku teringat kata-kata ayahku, "Semua terjadi karena suatu alasan.."
Aku tidak terpilih dalam penerbangan itu, walaupun aku sangat
menginginkannya karena Tuhan memiliki alasan lain untuk kehadiranku di
bumi ini. Aku memiliki misi lain dalam hidup. Aku tidak kalah; aku seorang
pemenang.

Aku menang karena aku telah kalah. Aku, Frank Slazak, masih hidup untuk
bersyukur pada Tuhan karena tidak semua doaku dikabulkan.

SENYUMANKU SAHABATMU

> > > Tahukah kamu bahwa senyum itu menular?
> > > Menerimanya seperti terjangkit flu.
> > > Hari ini seseorang tersenyum padaku,
> > > dan aku balas tersenyum juga.
> > > Di pojok ruangan seseorang melihatku tersenyum
> > > dan ia mulai tersenyum pula.
> > > Aku jadi sadar bahwa senyum dapat ditularkan.
> > > Lalu aku memikirkan dan mengukur senyumku.
> > > Senyum yang unik, seperti senyumku,
> > > dapat menyebar ke seluruh dunia.
> > > Jadi, kalau kamu merasa ingin tersenyum,
> > > janganlah berusaha menghentikannya.
> > > Marilah kita mulai menyebarkan wabah senyum
> > sekarang juga,
> > > hingga mempengaruhi seluruh dunia!
> > > Tetaplah tersenyum pada para teman dan sahabatmu.
> > > Lagi pula, bukankah setiap orang membutuhkan
> > senyum?!!!
> > > Bersahabatlah dengan senyum,
> > > maka senyum akan menjadi sahabatmu....
> > >
> > > Ha..ha..ha..
> > >
> > > cheers

Saat Jodoh Tak Kunjung Datang Barangkali,Kitalah Penyebabnya

Menjelang tengah malam, seorang ikhwan mengirim SMS
kepada saya. Dia seorang aktivis yang amat banyak
menghabiskan waktunya untuk menyebarkan kebaikan. Bila
berbicara dengannya, kesan yang tampak adalah semangat
yang besar di dadannya untuk melakukan perbaikan.
Kalau saat ini yang mampu dilakukan masih amat kecil,
tak apa-apa. Sebab perubahan yang besar takkan terjadi
bila kita tidak mau memulai dari yang kecil. Tetapi
kali ini, ia berkirim SMS bukan untuk berbagi
semangat. Ia kirimkan SMS karena ingin meringankan
beban yang hampir ada kerinduan yang semakin berambah
untuk memiliki pendamping yang dapat menyayanginya
sepenuh hati.

SMS ini mengingatkan saya pada beberapa kasus lainnya.
Usia sudah melewati tiga puluh, tetapi belum juga ada
tempat untuk menambatkan rindu. Seorang pria usia
sekitar 40 tahun, memiliki karier yang cukup sukses,
merasakan betapa sepinya hidup tanpa istri. Ingin
menikah, tapi takut ! tak bisa mempergauli istrinya
dengan baik. Sementara terus melajang merupakan
siksaan yang nyaris tak dapat ditahan. Dulu ia ingin
menikah, ketika keriernya belum seberapa. Tetapi niat
itu dipendam dalam-dalam karena merasa belum mapan. Ia
harus mengumpulkan dulu uang yang cukup banyak agar
bisa menyenangkan istri. Ia lupa bahwa kebahagiaan itu
letaknya pada jiwa yang lapang, hati yang tulus, niat
yang bersih dan penerimaan yang hangat. Ia juga lupa
bahwa jika ingin mendapatkan istri yang bersahaja dan
menerima apa adanya, jalannya adalah dengan menata
hati, memantapkan tujuan dan meluruskan niat. Bila
engkau ingin mendapatkan suami yang bisa menjaga
pandangan, tak bisa engkau meraihnya dengan, 'Hai,
cowok... Godain kita, dong.'

Saya teringat dengan sabda Nabi Saw. (tapi ini bukan
tentang nikah). Beliau berkata, 'Ruh itu seperti
pasukan tentara yang berbaris.'

Bila bertemu dengan yang serupa dengannya, ia akan
mudah mengenali, mudah juga bergabung dan bersatu. Ia
tak bisa mendapatkan pendamping yang mencintaimu
dengan sederhana, sementara engkau jadikan gemerlap
kemapananmu sebagai pemikatnya? Bagaimana mungkin
engkau jadikan gemerlap kemapananmu sebagai
pemikatnya? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan suami
yang menerimamu sepenuh hati dan tidak ada cinta di
hatinya kecuali kepadamu; sementara engkau berusaha
meraihnya dengan menawarkan kencan sebelum terikat
oleh pernikahan? Bagaimana mungkin engkau mendapatkan
lelaki yang terjaga bila engkau mendekatinya dengan
menggoda?

Di luar soal cara, kesulitan yang kita hadapi saat
ingin meraih pernikahan yang diridhai tak jarang
kerana kita sendiri mempersulitnya. Suatu saat seorang
perempuan memerlukan perhatian dan kasih-sayang
seorang suami, ia tidak mendapatkannya. Di saat ia
merindukan hadirnya seorang anak yang ia kandung
sendiri dengan rahimnya, tak ada suami yang
menghampirinya. Padahal kecantikan telah ia miliki.
Apalagi dengan penampilannya yang enak dipandang.
Begitupun uang, tak ada lagi kekhawatiran pada
dirinya. Jabatannya yang cukup mapan di perusahaan
memungkinkan ia untuk membeli apa saja, kecuali
kasih-sayang suami.

Kesempatan bukan tak pernah datang. Dulu, sudah
beberapa kali ada yang mau serius dengannya, tetapi
demi karir yang diimpikan, ia menolak semua ajakan
serius. Kalau kemudian ada hubungan perasaan dengan
seseorang, itu sebatas pacaran. Tak lebih. Sampai
karier yang diimpikan tercapai; sampai ia tiba-tiba
tersadar bahwa usianya sudah tidak terlalu muda lagi;
sampai ia merasakan sepinya hidup tanpa suami,
sementara orang-orang yang dulu bermaksud serius
dengannya, sudah sibuk mengurusi anak-anak mereka.
Sekarang, ketika kesadaran itu ada, mencari orang yang
mau serius dengannya sangat sulit. Sama sulitnya
menaklukkan hatinya ketika ia muda dulu.

Masih banyak cerita-cerita sedih semacam itu. Mereka
menunda pernikahan di saat Allah memberi kemudahan.
Mereka enggan melaksanakannya ketika Allah masih
memberinya kesempatan karena alasan belum bisa
menyelenggarakan walimah yang 'wah'. Mereka tetap
mengelak, meski terus ada yang mendesak; baik lewat
sindiran maupun dorongan yang terang-terangan. Meski
ada kerinduan yang tak dapat diingkari, tetapi mereka
menundanya karena masih ingin mengumpulkan biaya atau
mengejar karier. Ada yang menampik 'alasan karier'
walau sebenarnya tak jauh berbeda. Seorang akhwat
menunda nikah mesti ada yang mengkhitbah karena ingin
meraih kesempatan kuliah S-2 ('Tahun depan kan belum
tentu ada beasiswa'). Ia mendahulukan pra-sangka bahwa
kesempatan kuliah S-2 tak akan datang dua kali, lalu
mengorbankan pernikahan yang Rasullah Saw. Telah
memperingatkan:

"Apabila datang kepadamu seorang laki-laki (untuk
meminang) yang engkau ridha terhadap agama dan
akhlaknya, maka nikahkanlah dia. Bila tidak engkau
lakukan, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan
akan timbul kerusakan yang merata di muka bumi."
(HR. At-Tirmidzi dan Ahmad).

Saya tidak tahu apakah ini merupakan hukum sejarah
yang digariskan oleh Allah. Ketika orang mempersulit
apa yang dimudahkan oleh Allah, mereka akhirnya
benar-benar mendapati keadaan yang sulit dan nyaris
tak menemukan jalan keluarnya. Mereka menunda-nunda
pernikahan tanpa ada alasan syar'i, dan akhirnya
mereka benar-benar takut melangkah di saat hati sudah
sangat menginginkannya. Atau ada yang sudah
benar-benar gelisah, tetapi tak kunjung ada yang mau
serius dengannya.

Kadangkala, lingkaran ketakutan itu terus belanjut.
Bila di usia-usia dua puluh tahunan mereka menunda
nikah karena takut dengan ekonominya yang belum mapan,
di usia menjelang tiga puluh hingga sekitar tiga puluh
lima berubah lagi masalahnya. Laki-laki sering
mengalami sindrom kemapanan (meski wanita juga banyak
yang demikian, terutama mendekati usia 30 tahun).
Mereka menginginkan pendamping dengan kriteria yang
sulit dipenuhi. Seperti hukum kategori, semakin banyak
kriteria semakin sedikit yang masuk kategori. Begitu
pula dengan kriteria tentang jodoh, ketika kita
menetapkan kriteria yang terlalu banyak, akhirnya
bahkan tidak ada yang sesuai dengan keinginan kita.
Sementara wanita yang sudah berusia sekitar 35 tahun,
masalah mereka bukan soal kriteria, tetapi soal apakah
ada orang yang mau menikah dengannya. Ketika usia
40-an, ketakutan yang dialami oleh laki-laki sudah
berbeda lagi, kecuali bagi mereka yang tetap terjaga
hatinya. Jika sebelumnya, banyak kriteria yang
dipasang, pada usia 40-an muncul ketakutan apakah
dapat mendampingi istri dengan baik. Lebih lebih
ketika usia sudah beranjak mendekati 50 tahun, ada
ketakutan lain yang mencekam. Ada kekhawatiran
jangan-jangan di saat anak masih kecil, ia sudah tak
sanggup lagi mencari nafkah. Atau ketika masalah
nafkah tak merisaukan (karena tabungan yang melimpah),
jangan-jangan ia sudah mati ketika anak-anak masih
perlu banyak dinasehati. Bila tak ada iman di hati,
ketakutan ini akhirnya melahirkan keputus-asaan.
Wallahu A'lam bishawab.

Ya... ya... ya..., kadang kita sendirilah penyebabnya,
kita mempersulit apa yang telah Allah mudahkan,
sehingga kita menghadapi kesulitan yang tak
terbayangkan. Kita memperumit yang Ia sederhanakan,
sehingga kita terbelit oleh kerumitan yang tak
berujung. Kita menyombongkan atas apa yang tidak ada
dalam kekuasaan kita, sehingga kita terpuruk dalam
keluh-kesah yang berkepanjangan.

Maka, kalau kesulitan itu kita sendiri penyebabnya,
beristighfarlah. Semoga Allah berkenan melapangkan
jalan kita dan memudahkan urusan kita.
Laa ilaaha illa Anta, subhanaka inni kuntu
minazh-zhalimin.

Berkenaan dengan sikap mempersulit, ada
tingkat-tingkatannya. Seorang menolak untuk menikah
boleh jadi karena matanya disilaukan oleh dunia,
sementara agama ia tak mengerti. Belum sampai
kepadanya pemahaman agama. Boleh jadi seorang
menunda-nunda nikah karena yang datang kepadanya beda
harakah, meskipun tak ada yang patut dicela dari agama
dan akhlaknya. Boleh jadi ada di antara kita yang
belum bisa meresapi keutamaan menyegerakan nikah,
sehingga ia tak kunjung melakukannya. Boleh jadi pula
ia sangat memahami benar pentingnya bersegera menikah,
sudah ada kesiapan psikis maupun ilmu, telah datang
kesempatan dari Allah, tetapi... sukunya berbeda, atau
sebab-sebab lain yang sama sepelenya.

Ada Yang Tak Bisa Kita Ingkari

Kadang ada perasaan kepada seseorang. Seperti Mughits
--seorang sahabat Nabi Saw-- kita selalu menguntit
kemana pun Barirah melangkah. Mata kita mengawasi,
hati kita mencari-cari dan telinga kita merasa indah
setiap kali mendengar namanya. Perasaan itu begitu
kuat bersemayan di dada. Bukan karena kita
menenggelamkan diri dalam lautan perasaan, tetapi
seperti kata Ibnu Qayyim Al-Jauziyah mengutip dari
Al-Madaa'iny,

"Andaikan orang yang jatuh cinta boleh memilih, tentu
aku tidak akan memilih jatuh cinta."

Perasaan ini kadang mengganggu kita, sehingga tak
sanggup berpikir jernih lagi. Kadang membuat kita
banyak berharap, sehingga mengabaikan setiap kali ada
yang mau serius. Kita sibuk menanti --kadang sampai
membuat badan kita kurus kering-- sampai batas waktu
yang kita sendiri tak berani menentukan. Kita merasa
yakin bahwa dia jodoh kita, atau merasa bahwa jodoh
kita harus dia, tetapi tak ada langkah-langkah pasti
yang kita lakukan. Akibatnya, diri kita tersiksa oleh
angan-angan.

Persoalannya, apakah yang mesti kita perbuat ketika
rasa sayang itu ada?

Meskipun Aku tak Mengenalmu

Sudah tak terhitung aku lewat di jalan itu. Tak terhitung,
karena aku memang tak perlu menghitung. Tak perlu kuhitung
karena cuma itulah jalanku, karena di situlah memang jalan
menuju rumahku. Dan jika aku hendak pulang, cuma jalan
itulah yang bisa membawaku. Maka ke manapun aku hendak
pergi, dari manakah aku ingin pulang, cuma jalan itulah
jalanku.
Tapi meskipun jalanku cuma itu melulu, tak semua yang
tinggal di jalan itu mengenalku. Tapi meksipun tidak
saling kenal, kami pasti saling tahu, karena begitu
seringnya kami ketemu. Mereka tau patsi bentukku, bentuk
kendaraanku. Aku jadi tahu persis, ada sebuah keluarga,
yang pada jam-jam tertentu baru berangkat kerja. Mobilnya
bahkan sering harus maju mundur sedemikian lama, karena
sempitlah halamannya, seperti halamanku. Aku tahu persis,
ada jenis keluarga yang jika sore menjelang, gemar
bersantai di depan rumah, sambil menyita jalan gang.
Aku tahu persis di rumah yang lain lagi, tentang
anak-anaknya yang banyak dan gaduh. Anak-anak seperti tak
kenal masa lelah. Pulang sekolah sudah kedapatan naik
sepeda dan kebut-kebutan tanpa kenal bahaya. Di rumah yang
lain lagi, ada keluarga yang memakai separo jalan utuk
berjualan. Ramai sekali. Di sisi yang lain, ketika malam
menjelang, sekumpulan bapak-napak rajin berkumpul dan
berbincang sambil memajang bangku panjang di tepi jalan.
Entah pagi, siang dan malam hari, aku hampir mengenal
irama jalan itu, karena setiap kali aku memang cuma bisa
lewat jalan itu, jika hendak pulang ke rumahku.
Aku tak mengenal orang-orang yang aku ceritakan itu. Aku
hanya setiap kali bertemu. Tapi siapapun mereka, betapapun
aku tak mengenalnya, aku selalu bertegur sapa. Tidak
dengan kata-kata, cukup dengan berhenti dan menunggu
ketiak mobil orang itu maju dan mundur begitu lama, karena
sempitnya halaman rumahnya. Aku menunggunya, sampai mobil
itu menemeukan jalan.
Jika aku melewati jalan yang tersita untuk berjualan itu,
aku akan memelankan kendaraan. Tak kubutuhkan klakson
meskipun para pembeli berkerumun, parkir sembarangan dan
memapatkan jalan. Aku cukup berhenti dan menunggu, sampai
sorang-orang itu menyingkirkan sendiri kendaraannya yang
diparkir serampangan.
Jika aku lewat di depan rumah anak-anak yang gaduh itu aku
siap menginjak rema kapan saja, tanpa menunggu mereka ada
atau tak ada, tengah bersepeda atau tengah perang-perangan
di jalanan. Tak peduli apapun perbuatan mereka, aku cukup
bersiaga. Maka ketika anak itu benar-benar ngebut dan
hampir saja menabrakku, ibu anak itu sendirilah yang
tergopoh-gopoh, menjewer telinganya dan meminta maaf
kepadaku.
Jika malam menjelang dan kerumunan bapak-bapak yang
ngobrol itu menghadangku, aku buru-buru mematikan lampu.
Menyalakan lagi ketika kerumunan itu telah kulewati.
Begitu selalu sikapku setiap melewati jalan itu.
Bertahun-tahun kulakukan kebiasaan itu karena memang cuma
di situ jalanku, di situ rumahku.
Kebiasan ini bukan karena aku adalah manusia baik hati,
melainkan karena tuntutan kewajaran belaka: jika ada orang
lain buru-buru, mengalahlah. Jika jalanan sesak,
bersabarlah, jika pihak lain sedang ngebut, pelanlah, jika
lampumu bikin silau, matikanlah. Rumus ini jelas serupa
dengan jika engkau haus minumlah, jika engkau lapar
tidurlah, jika engkau sakt, mengaduhlah. Jadi tidak
dibutuhkan orang-orang baik hati untuk bisa melakukan
kebiasaan ini.
Jadi, selama ini aku cuma menjalankan ewajaran. Tapi cuma
karena kewajaran ini pun hasilnya amat mengagetkan, karena
orang-orang di sekujur jalan itu, hampir semuanya bersikap
ramah kepadaku, tanpa mereka harus mengenalku. Baru
bertingkah wajar saja sudah begini banyak temanku, apalagi
jika aku adalah orang yang dermawan.

Menertawakan Diri Sendiri

Ini aku dapet dari milis tetangge sebelah ...


Kalau kita mau jujur, sebenarnya banyak hal dari diri kita
yang patut kita tertawakan sendiri.
Sebagai misal: ketika kendaraan kesayangan kita tergores
dan catnya mengelupas, kita jadi sedih dan kecewa.
Semakin dalam kecintaan kita pada kendaraan itu,
semakin dalam kesedihan dan kekecewaan kita.

Ini juga terjadi ketika benda-benda kesayangan kita
yang lain, seperti barang pecah belah, perhiasan atau
barang koleksi yang selama ini kita rawat baik-baik,
ternyata pecah, kusam atau rusak begitu saja.
Kita dapati diri ini jatuh dalam kenelangsaan.
Padahal benda-benda itu sama sekali tak merasakan apa-apa,
justru kita yang harus bersakit-sakit.
Bukankah ini menarik untuk kita tertawakan sendiri?

Semua ini terjadi karena kita meletakkan "diri" kita;
kita mengidentifikasikan "aku" kita pada benda-benda
kesayangan itu. Tanpa sadar kita menganggap benda-benda
itu sebagai diri kita sendiri.

Semakin banyak kita mencintai benda-benda,
semakin terjerat kita pada benda-benda itu,
semakin besar kemungkinan kita mengalami luka
dan kepedihan.

Seandainya kita mau mengurai sedikit demi sedikit
keterikatan kita pada semua benda-benda kesayangan,
semakin mudah untuk membebaskan diri kita sendiri.

Bukankah yang kita idam-idamkan selama ini adalah
sebuah jiwa yang merdeka?

mempererat Hubungan

Hubungan yang baik tidak datang begitu saja, melainkan harus dibina. Ada 7 pilihan
yang tidak hanya berguna memperbaiki hubungan, tetapi sekalgus membuat hubungan
menjadi lebih harmonis.
1. Bertanggung jawab terhadap diri sendiri
Ini pilihan terpenting yang dapat Anda ambil untuk memperbaiki hubungan. Anda
belajar bagaimana bertanggung jawab atas kebutuhan dan perasaan diri sendiri, bukan
menuntut pasangan untuk membahagiakan dan membuat rasa aman terhadap diri Anda.
2. Kebaikan hati, simpati, dan dukungan
Perlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan. Ini inti dari kehidupan
spiritual yang mendalam. Semua orang ingin diperlakukan dengan penuh kasih, baik,
dimengerti, dan didukung. Kita perlu memperlakukan pasangan serta orang lain dengan
cara ini.
Suatu hubungan berkembang dengan baik bila masing-masing pihak memperlakukan
pasangannya dengan baik. Pada umumnya, perlakuan baik seseorang terhadap orang lain
akan dibalas dengan perlakuan yang baik juga. Tapi ingat, kebaikan kepada orang lain
tidak berarti harus mengorbankan diri sendiri. Perlu disadari, bertanggung jawab
terhadap diri sendiri merupakan sikap yang paling penting yang harus dilakukan,
bukan menyalahkan orang lain.
Bila Anda bersikap baik terhadap diri sendiri dan pada pasangan tetapi pasangan
marah dan tidak peduli pada Anda, maka pilihan Anda adalah menerima hubungan yang
demikian atau meninggalkan hubungan tersebut. Anda tidak dapat mengubah pasangan
kecuali diri Anda yang berubah.
3. Belajar untuk tak menguasai
Bila terjadi konflik, ada dua pilihan untuk menguasainya: membuka diri dengan
bersedia belajar tentang diri Anda berdua dan menemukan masalah yang lebih dalam
dari konflik yang terjadi. Pilihan kedua, mencoba menang (atau paling tidak tak
kalah) melalui beberapa bentuk prilaku memperlihatkan kekuasaan.
Banyak orang merasa perlu mengendalikan orang lain. Semua cara yang kita coba untuk
mengendalikan orang lain justru akan menciptakan lebih banyak konflik. Kita harus
sadar, cara ini bukan merupakan cara yang baik dalam membina dan memperbaiki suatu
hubungan. Justru dengan belajar mengendalikan diri sendiri, kita akan dapat
memperbaiki hubungan.
4. Luangkan waktu untuk berdua
Saat pertama kali jatuh cinta, orang akan selalu menyediakan waktu untuk
pasangannya. Sesudah menikah, masing-masing sibuk dengan urusannya. Hubungan jadi
terancam. Kedua pihak seharusnya menyadari, sangat penting untuk menyediakan waktu
bagi pasangannya untuk mengobrol, bermain dan berhubungan intim. Kedekatan tidak
dapat dipertahnkan tanpa usaha dari kedua belah pihak.
5. Bersyukur bukan mengeluh
Rasa bersyukur akan mengalirkan energi positif ke masing-masing pasangannya bila
keduanya memiliki perasaan bersukur. Mengeluh terus-menerus menciptakan energi
negatif yang menimbulkan suasana tidak nyaman. Mengeluh menciptakan stres, sementara
bersyukur menciptakan kedamaian.Terutama kedamaian di dalam diri. Oleh karena itu,
bersyukur menciptakan tidak hanya hubungan dan emosi yang sehat, tetapi juga fisik
yang sehat.
6. Humor
Kita semua tahu, bekerja terlalu serius membuat orang jenuh. Bekerja tanpa bercanda
menimbulkan hubungan yang membosankan. Hubungan berkembang bila kedua pasangan bisa
tertawa bersama, bercanda bersama, dan humor menjadi bagian dari kehidupan
sehari-hari.
Hentikan sikap yang terlalu serius dan coba belajar melihat kehidupan dari sisi yang
lucu. Kedekatan berkembang bila diselingi dengan hal-hal yang ringan dan kedekatan
tidak dapat tercipta bila segala sesuatu dipandang dari sisi yang berat serta sulit.

7. Melayani
Cara yang hebat untuk menciptakan kedekatan adalah dengan saling melayani. Saling
memberi dan mengisi, akan memberikan kepuasan yang mendalam di dalam jiwa. Sikap
melayani membuat Anda untuk tidak egois dan membawa keluar dari masalah yang
dialami,serta lebih memberikan ukungan spiritual dalam kehidupan.
Percayalah, jika Anda dan pasangan setuju dengan ketujuh pilihan di atas dan
bersedia mempraktikkannya Anda berdua akan kagum melihat perbaikan yang terjadi di
dalam hubungan Anda berdua.

Melepas yang Terkasih

Di salah satu jembatan anak sungai Kapuas, kota Pontianak, saya berdiri. Pandangan saya jauh ke hulu sungai. Saya begitu nikmat melihat pemandangan sungai yang menjadi sarana transportasi air di Kalimantan Barat itu. Ditambah lagi dengan berjejernya rumah-rumah penduduk di sepanjang tepian sungai tersebut. Menjadikan saya malas beranjak ke tempat lain.
Sedang asyik-asyiknya menikmati keindahan sungai itu, tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara seorang yang mengendarai motor. “Ojek… ojek… ojek… Mas!”. Saya mendadak menengok. “Nggak,” kata saya. Dari belakang tak saya sadari seseorang yang dari tadi berdiri tidak jauh dari saya berdiri, menjambret ponsel saya dari belakang, dan langsung memboncedng motor itu, trus berlari sangat cepat.
Saya tak bisa berteriak, apalagi mengejarnya. Belakangan saya baru mengetahui bahwa di jembatan itu memang rawan penjambretan dan teknik penipuan dengan cara hipnotis.
Motor itu berlari kencang menyelusuri salah satu sayap jembatan yang khusus untuk pejalan kaki. Saya lemas. Sambil menutupi kepala dengan sebuah koran terbitan Pontianak, saya teruskan menyelusuri jembatan, yang sangat panjang itu.
Seandainya, saya tidak ke tempat ini, mungkin tidak akan kehilangan HP. Tapi, sebaliknya, jika tidak ke tempat itu, saya tidak akan bisa menikmati salah satu jembatan panjang di Kalimantan. Jadi, apapun memang mengandung resiko.
Tapi permasalahannya adalah, HP itu adalah HP kesayangan saya.. Beberapa teman, berkali-kali mau membelinyapun tidak pernah aku kasihkan. Niat saya adalah untung kenang-kenangan di kampung. Bahwa inilah ponsel saya yang pertama. Dan ponsel inilah yang berperan sangat penting dalam proses belajar saya di perantauan. Tak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi saja, tapi lebih dari itu, saya bisa belajar dari situs-situs di internert dengan mudah.
Kecewa? Tentu saja. Saya berkali-kali menyalahkan diri sendiri. Saya kurang waspada. Dan tak terasa tali ponsel itu juga keluar dari saku celana. Jadi sangat memudahkan bagi penjambret untuk mengambilnya.
Sampai di rumah teman saya yang asal Pati, Jawa Tengah, sayapun masih merasa sangat kecewa. Untung saja, saya cepat menemukan obatnya. Obat itu saya temukan dalam novel “Kubah” Krya novelis asal Jatilawang, Purwokerto, yang kebetulan saya baca selama dalam perjalanan dari Brunei menyelusuri hutan-hutan di Serawak dan Kalimantan Barat.
Ahmad Tohari, sang penulis novel itu, melukiskan tentang Karman, seorang narapidana politik yang ketika pulang dari keterasingannya di slaha satu pulau di Maluku, banyak sekali menmui kekecewaan. Dan salah satu kekecewaan itu adalah hilangnya orang-orang yang terkasih. Sang isteri, yang sangat ia cinyai ternyata sudah menikah dengan lelaki lain.
Dalam tausiahnya kepada Karman, seorang ustadz yang membimbing kerohanian di penjara mengatakan, “Dalam menjalai kehidupan ini, kita memang harus mengalami banyak hal yang tidak mengenakan diri kita, seperti kelaparan, penyakit dan hilangnya orang-orang atau segala sesuatu yang kita cintai. Itu semua memang bentuk ujian dari Allah SWT.”
Ya, memang seperti itu. Jadi apa yang terjadi dengan saya itu tidak seberapa. Atau bahkan tak ada apa-apanya di banding orang lain. Maka akan hanya membuang-buang waktu saja, seandainya saya tenggelam dalam kekecewaan.
Apalagi jika mau membandingkan dengan saudara-saudara saya di Yogya dan sekitarnya, saya jadi malu sendiri. Saya baru kehilangan HP, yang masih bisa dibeli di took, sedang mereka sudah diuji dengan hal yang lebih berat. Kehilangan harta benda, orang–orang yang mereka cintai, plus kelaparan, karena sumbangan dari berbagai pihak mengalami keterlamabatan.
Syukurlah, Allah segera menyadarkan saya dengan goresan pena dari sastrawan yang melahirkan trilogi Ronggeng Dukuh Paruk, Jantera Bianglala dan Lintang Kemukus Dini Hari itu.

MAAFKAN AKU BILA AKU MENGELUH

Hari ini, di sebuah bus, aku melihat seorang gadis cantik dengan rambut
pirang.
Aku iri melihatnya. Dia tampak begitu ceria, dan kuharap aku pun sama.
Tiba-tiba dia terhuyung-huyung berjalan.
Dia mempunyai satu kaki saja, dan memakai tongkat kayu.
Namun ketika dia lewat - tersenyum.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Aku punya dua kaki. Dunia ini milikku.

Aku berhenti untuk membeli bunga lili.
Anak laki-laki penjualnya begitu mempesona.
Aku berbicara padanya. Dia tampak begitu gembira.
Seandainya aku terlambat, tidaklah apa-apa.
Ketika aku pergi, dia berkata, "Terima kasih. Engkau sudah begitu baik.
Menyenangkan berbicara dengan orang sepertimu. Lihat saya buta."

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Aku punya dua mata. Dunia ini milikku.

Lalu, sementara berjalan. Aku melihat seorang anak dengan bola mata
biru.
Dia berdiri dan melihat teman-temannya bermain.
Dia tidak tahu apa yang bisa dilakukannya.
Aku berhenti sejenak, lalu berkata, "Mengapa engkau tidak bermain dengan
yang lain, nak ?"
Dia memandang ke depan tanpa bersuara,lalu aku tahu dia tidak bisa
mendengar.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.
Aku punya dua telinga. Dunia ini milikku.

Dengan dua kaki untuk membawa aku ke mana aku mau.
Dengan dua mata untuk memandang mentari terbenam.
Dengan dua telinga untuk mendengar apa yang ingin kudengar.

Oh Tuhan, maafkan aku bila aku mengeluh.

Kuingat kata

Kuingat kata-kata mutiara yang menusuk dalam batin.
"Orang mulia menyalahkan dirinya, orang bodoh menyalahkan orang lain"
Mengenal diri yang paling penting, adalah utama demi kesadaran hati.
Berarti pula memahami kesalahan, serta kekeliruan masing-masing.

Semakin banyak yang dipikirkan.
Semakin banyak yang dibutuhkan.
Berarti semakin menumpuk pula resikonya.

Menunggu sangatlah mengesalkan, membosankan dan menggelisahkan.
Meskipun duduk dalam mobil mewah dan cukup makanan.

Mendidik bukan hanya dengan nasihat saja.
Sebab yang menjadi sukses adalah memberikan contoh dengan perbuatan yang baik.
Sesuai dengan apa yang dikatakannya.
Jangan lain di kata lain di perbuatan.

Semua yang ada di sekitar kita, meskipun tinggi nilainya, tidak ada artinya sama sekali.
Tampaknya seakan semua gersang, jika kita terjangkit penyakit bosan.

Sesuatu yang baik, belum tentu benar.
Sesuatu yang benar, belum tentu baik.
Sesuatu yang bagus, belum tentu berharga.
Sesuatu yang berharga/berguna, belum tentu bagus.

Rata-rata, ternyata Kesadaran itu lahirnya di ujung derita.
Pedih bermula. Tetapi jika kita mampu menerimanya ternyata kita berada dalam pelukan Tuhan.

Yang kemarin, hanya ada dalam ingatan.
Untuk besok, hanya kamu yang mampu dengan harapan.
Yang sekarang, ini adalah yang sebenarnya.
Dimana kamu harus terima, dengan penuh kesadarannya.
Siapa sekarang yang tidak ingin membuka mata, besokpun akan tetap buta.

Mengerti adalah syarat yang paling minimal.
Tetapi, mengerti saja apakah sudah cukup?

Meskipun Anda tidak bisa merubah iklim
Tetapi Anda bisa merubah perasaan
Meskipun Anda tidak bisa memilih rupa / wajah
Tetapi Anda bisa melempar senyum

Meskipun Anda tidak bisa mempengaruhi orang lain
Tetapi Anda bisa mengendalikan diri
Meskipun Anda tidak bisa meramal hari esok
Tetapi Anda bisa menggunakan hari ini

Meskipun Anda tidak bisa semuanya sukses
Tetapi Anda bisa usaha sekuat tenaga Meskipun Anda semuanya tidak bisa semuanya ikuti kehendak Anda Tetapi Anda bisa tidak menyesal karena Anda sudah berusaha maksimal Jauh lebih baik menjaga seorang kawan dari kejatuhan dari pada membantunya bangun setelah ia jatuh.
Hanyalah orang yang tidak damai batinnya yang selalu mencurigai orang lain, sehingga dirinya tidak akan tenang, juga tidak inginkan orang lain dapatkan ketenangan.
Orang yang dalam melakukan segala sesuatunya selalu mengikuti nafsunya, urusan yang baik akan menjadi jelek, karena yang diingat itu hanyalah kesalahan orang lain saja

Anda harus ungkapkan perasaan hati Anda. Agar orang lain dapat mengetahui bahwa ia telah melukai hati Anda. Kemudian segera menyelesaikannya. Jangan menyimpannya. Berapa lamakah Anda dapat menyimpannya?

Hawa kemarahan yang tertimbun dalam hati Anda dapat terbawa dari satu kelahiran ke kelahiran berikutnya. Hingga suatu saat, jika hawa itu sangat besar, Anda bisa terlahir menjadi binatang. Jenis binatang yang sangat buas. Itu hanya disebabkan sentimen marah Anda tidak segera dihapuskan. Maka janganlah meremehkan hal ini. Itu adalah konsep pikiran yang salah.

Janganlah merasa terlalu kecewa, tetapi jalanilah hidup setiap saat dengan sepenuh hati kamu. Apapun yang mesti kamu lakukan, lakukan dengan penuh ketulusan.

KIsah Pohon Apel

Suatu ketika, hiduplah sebatang pohon apel besar dan anak lelaki yang senang bermain-main di bawah pohon apel itu setiap hari.
Ia senang memanjatnya hingga ke pucuk pohon, memakan buahnya, tidur-tiduran di keteduhan rindang daun-daunnya.

Anak lelaki itu sangat mencintai pohon apel itu.

Demikian pula pohon apel sangat mencintai anak kecil itu.

Waktu terus berlalu.

Anak lelaki itu kini telah tumbuh besar dan tidak lagi bermain-main dengan pohon apel itu setiap harinya.
Suatu hari ia mendatangi pohon apel.

Wajahnya tampak sedih.
"Ayo ke sini bermain-main lagi denganku," pinta pohon apel itu.
"Aku bukan anak kecil yang bermain-main dengan pohon lagi," jawab anak lelaki itu.
"Aku ingin sekali memiliki mainan, tapi aku tak punya uang untuk membelinya."

Pohon apel itu menyahut, "Duh, maaf aku pun tak punya uang... tetapi kau boleh mengambil semua buah apelku dan menjualnya. Kau bisa mendapatkan uang untuk membeli mainan kegemaranmu."

Anak lelaki itu sangat senang. Ia lalu memetik semua buah apel yang ada di pohon dan pergi dengan penuh suka cita.
Namun, setelah itu anak lelaki tak pernah datang lagi. Pohon apel itu kembali sedih.


Suatu hari anak lelaki itu datang lagi.

Pohon apel sangat senang melihatnya datang.
"Ayo bermain-main denganku lagi," kata pohon apel.
"Aku tak punya waktu," jawab anak lelaki itu.
"Aku harus bekerja untuk keluargaku. Kami membutuhkan rumah untuk tempat tinggal. Maukah kau menolongku?"
"Duh, maaf aku pun tak memiliki rumah. Tapi kau boleh menebang semua dahan rantingku untuk membangun rumahmu," kata pohon apel.
Kemudian anak lelaki itu menebang semua dahan dan ranting pohon apel itu dan pergi dengan gembira.

Pohon apel itu juga merasa bahagia melihat anak lelaki itu senang, tapi anak lelaki itu tak pernah kembali lagi.

Pohon apel itu merasa kesepian dan sedih.

Pada suatu musim panas, anak lelaki itu datang lagi.
Pohon apel merasa sangat bersuka cita menyambutnya.

"Ayo bermain-main lagi deganku," kata pohon apel.

"Aku sedih," kata anak lelaki itu.

"Aku sudah tua dan ingin hidup tenang. Aku ingin pergi berlibur dan berlayar. Maukah kau memberi aku sebuah kapal untuk pesiar?"
"Duh, maaf aku tak punya kapal, tapi kau boleh memotong batang tubuhku dan menggunakannya untuk membuat kapal yang kau mau. Pergilah berlayar dan bersenang-senanglah."

Kemudian, anak lelaki itu memotong batang pohon apel itu dan membuat kapal yang diidamkannya.

Ia lalu pergi berlayar dan tak pernah lagi datang menemui pohon apel itu.

Akhirnya, anak lelaki itu datang lagi setelah bertahun-tahun kemudian.

"Maaf anakku," kata pohon apel itu. "Aku sudah tak memiliki buah apel lagi untukmu."
"Tak apa. Aku pun sudah tak memiliki gigi untuk mengigit buah apelmu," jawab anak lelaki itu.
"Aku juga tak memiliki batang dan dahan yang bisa kau panjat," kata pohon apel.
"Sekarang, aku sudah terlalu tua untuk itu," jawab anak lelaki itu.

"Aku benar-benar tak memiliki apa-apa lagi yang bisa aku berikan padamu. Yang tersisa hanyalah akar-akarku yang sudah tua dan sekarat ini," kata pohon apel itu sambil menitikkan air mata.
"Aku tak memerlukan apa-apa lagi sekarang," kata anak lelaki.
"Aku hanya membutuhkan tempat untuk beristirahat. Aku sangat lelah setelah sekian lama meninggalkanmu."
"Oooh, bagus sekali. Tahukah kau, akar-akar pohon tua adalah tempat terbaik untuk berbaring dan beristirahat. Mari, marilah berbaring di pelukan akar-akarku dan beristirahatlah dengan tenang."
Anak lelaki itu berbaring di pelukan akar-akar pohon.

Pohon apel itu sangat gembira dan tersenyum sambil meneteskan air matanya.


Ini adalah cerita tentang kita semua.

Pohon apel itu adalah orang tua kita.
Ketika kita muda, kita senang bermain-main dengan ayah dan ibu kita.

Ketika kita tumbuh besar, kita meninggalkan mereka, dan hanya datang ketika kita memerlukan sesuatu atau dalam kesulitan.

Tak peduli apa pun, orang tua kita akan selalu ada di sana untuk memberikan apa yang bisa mereka berikan
untuk membuat kita bahagia.
Anda mungkin berpikir bahwa anak lelaki itu telah bertindak sangat kasar pada pohon itu,
tetapi begitulah cara kita memperlakukan orang tua kita.

Dan, yang terpenting: cintailah orang tua kita.

Sampaikan pada orang tua kita sekarang, betapa kita mencintainya; dan berterima kasih atas seluruh hidup yang telah dan akan diberikannya pada kita.

Kenapa Orang Marah Teriak

Suatu hari sang guru bertanya kepada murid-muridnya; "Mengapa ketika
seseorang sedang dalam keadaan marah, ia akan berbicara dengan suara kuat
atau berteriak?"

Seorang murid setelah berpikir cukup lama mengangkat tangan dan menjawab;
"Karena saat seperti itu ia telah kehilangan kesabaran, karena itu ia lalu
berteriak."

"Tapi..." sang guru balik bertanya, "lawan bicaranya justru berada di
sampingnya. Mengapa harus berteriak? Apakah ia tak dapat berbicara secara
halus?"

Hampir semua murid memberikan sejumlah alasan yang dikira benar. Menurut
pertimbangan mereka. Namun tak satupun jawaban yang memuaskan.

Sang guru lalu berkata; "Ketika dua orang sedang berada dalam situasi
kemarahan,jarak antara ke dua hati mereka menjadi amat jauh walau secara
fisik mereka begitu dekat. Karena itu, untuk mencapai jarak yang demikian,
mereka harus berteriak.

Namun anehnya, semakin keras mereka berteriak, semakin pula mereka menjadi
marah dan dengan sendirinya jarak hati yang ada di antara keduanya pun
menjadi lebih jauh lagi. Karena itu mereka terpaksa berteriak lebih keras
lagi"

Sang guru masih melanjutkan; "Sebaliknya, apa yang terjadi ketika dua orang
saling jatuh cinta? Mereka tak hanya tidak berteriak, namun ketika mereka
berbicara suara yang keluar dari mulut mereka begitu halus dan kecil.
Sehalus apapun, keduanya bisa mendengarkannya dengan begitu jelas. Mengapa
demikian?" Sang guru bertanya sambil memperhatikan para muridnya.

Mereka nampak berpikir amat dalam namun tak satupun berani memberikan
jawaban.

"Karena hati mereka begitu dekat, hati mereka tak berjarak. Pada akhirnya
sepatah katapun tak perlu diucapkan. Sebuah pandangan mata saja amatlah
cukup membuat mereka memahami apa yang ingin mereka sampaikan."

Sang guru masih melanjutkan; "Ketika anda sedang dilanda kemarahan,
janganlah hatimu menciptakan jarak. Lebih lagi hendaknya kamu tidak
mengucapkan kata yang mendatangkan jarak di antara kamu.

Jiwaku

Jiwaku berkata padaku dan menasehatiku agar mencintai semua orang yang membenciku, berteman dengan mereka yang memfitnahku, bersabar thd orang yang menceritakan kesalahanku/aibku ke orang lain bukannya langsung menasehatiku.

Jiwaku berkata padaku dan mengungkapkan kepadaku bahwa cinta sejati itu tidak harus memiliki, cinta itu tidak hanya menghargai orang yang mencintai, tetapi juga orang yang dicintai.

Sejak itu bagiku cinta ibarat jaring laba-laba diantara dua bunga, dekat satu sama lain; menjadi lingkaran cahaya tanpa awal dan tanpa akhir, melingkari apa yang telah lahir dan memupuk selamanya untuk merengkuh yang akan hadir.



Jiwaku menasehatiku dan mengajariku agar melihat kecantikan yang adadibalik bentuk dan warna.

Jiwaku memintaku untuk menatap semua yang buruk dengan tabah sampai nampaklah keelokannya.

Jiwaku menasehatiku dan menegurku agar menghargai waktu dengan mengatakan "ada hari kemarin dan ada hari esok".

Demi masa sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi... Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh...Dan saling nasehat-menasehati dalam kebenaran...Dan nasehat menasehati dalam kesabaran.

Jiwaku menasehatiku dan memintaku...Agar tidak merasa mulia karena pujian

Dan agar tidak disusahkan oleh ketakutan karena cacian..Sampai hari ini aku ragu akan harga pekerjaanku;

Tapi sekarang aku belajar:

Bahwa pohon berbunga di musim semi, dan berbuah di musim panas dan menggugurkan daun-daunnya di musim gugur untuk menjadi benar-benar telanjang di musim dingin? Tanpa merasa mulia dan tanpa ketakutan atau malu.

Jiwaku menasehatiku dan meyakinkanku..Bahwa aku tak lebih tinggi ketimbang cebol ataupun tak lebih rendah dari Raksasa.

Sebelumnya aku melihat manusia ada dua:

Satu: Seorang yang lemah yang kucaci dan kukasihani

Dua : Seorang yang buta yang kuikuti, maupun yang kulawan dengan pemberontakan.

Tapi sekarang aku tahu bahwa aku bahkan dibentuk oleh tanah yang sama dari mana semua manusia diciptakan.

Jiwaku menasehatiku dan mengingatkanku:

Bahwa aku adalah debu dimata Allah SWT

Bahwa aku adalah lemah dimataNYA

Bahwa aku miskin dibanding kerajaanNYA

Tiada aku boleh merasa besar kecuali olehNYA

Kesombongan itu hanya milikNYA

Dan semua yang berlangsung adalah kehendakNYA

Tapi pernahkan kita sungguh-sungguh memikirkannya?

Jiwaku menasehatiku, Saudaraku, dan menerangiku.

Dan seringkali jiwamu menasehati dan menerangimu.

Karena engkau sama seperti diriku, dan tiada beda diantara kita

Kujaga apa yang kukatakan dalam diriku ini dalam kata-kata yang kudengar...Dalam heningku.

Dan Engkau Sahabatku, jagalah apa yang ada dalam dirimu, dan engkau adalah penjaga yang sama baiknya seperti banyak kukatakan ini.

Wahai Sahabatku semoga sisa hidupmu menjadi hidup yang penuh arti dan bermanfaat? dan pintu hatimu terbuka untuk menerima cahayaNYA.

Amiin ...

Jati Diri: Jati+Diri

Mari kita telaah frase "jati diri". Sinonimnya adalah identitas diri. Namun, saya
ingin pelesetkan sedikit menjadi "jati" plus "diri". Anda tahu pohon jati? Beberapa
dekade lalu, kayunya sering digunakan sebagai bahan untuk perabotan rumah tangga,
seperti lemari dan meja serta kursi. Sekarang sudah semakin langka di alam karena
penggunaan yang eksesif. Sungguh sayang.
Mari kita mempermasalahkan soal konservasi pohon jati, namun kita kembali ke istilah
yang kita pelesetkan itu. Identitas diri = jati + diri.
Oke, kita semua tahu bahwa "diri" berarti diri kita sendiri, sedangkan "jati"
(bayangkan kayu jati) adalah contoh dari keteguhan dan kemampuan alias fleksibilitas
untuk membentuk diri. Dari sepotong kayu yang keras, ia mampu bermetamorfosa menjadi
perabotan rumah tangga yang berkualitas tinggi.
Idealnya, "jati diri" kita pun demikian. Kita tetap tidak kehilangan kepribadian
sebagai "jati" namun selalu siap untuk berubah menjadi sesuatu yang lebih berguna.
Tentu saja, tetap dikenal sebagai "jati". Kita perlu tetap dikenal sebagai diri kita
sendiri. Jadi, jika nama Anda adalah Budi, Anda tetaplah seorang Budi, namun
mempunyai ketrampilan dan kelebihan yang selalu bertambah dan selalu berubah dari
satu kualitas menjadi kualitas yang lebih baik.
Sebagai manusia pembelajar, kita selalu berubah. Semakin banyak belajar, tambah
banyak informasi yang diserap, dan semakin mampu menghubung-hubungkannya sehingga
menjadi tambah berarti dalam suatu kerangka berpikir yang semakin matang pula. Tidak
ada yang konstan di dunia ini, kecuali bahan dasar dari suatu substansi. Sebagai
manusia, kita terdiri dari fisik, psikis, dan emosi. Ketiga hal ini merupakan bahan
dasar alias substansi kita.
Bagaimana cara mempertahankan "kejatian" kita namun selalu siap menerima perubahan
dan bahkan ikut berubah sesuai dengan tuntutan zaman?

Pertama, selalu camkan di dalam hati bahwa saya adalah saya, bagaimana pun keadaan
fisik, psikis, emosi, dan finansial saya, saya tetaplah saya. Saya tidak akan
menjadi merasa berkekurangan di tengah-tengah kebingungan dan keraguan. Saya punya
sahabat setia yaitu saya sendiri. Saya cukup dengan apa yang saya miliki, namun saya
membuka hati dan pikiran untuk menjadi lebih baik daripada hari kemarin.

Kedua, saya siap menghadapi tantangan dengan hati yang lapang. Tidak ada rasa ragu
dan takut. Toh, apa pun terjadi, I am who I am and what I am. Tidak akan ada
perubahan soal siapa saya dan seperti apa identitas alias "jati diri" saya.

Ketiga, saya sadar bahwa untuk bisa bertahan hidup di tengah-tengah perubahan, saya
perlu mengikuti perubahan di lingkungan internal (hati dan pikiran) serta eksternal
(pekerjaan dan proses pembentukan diri). Untuk itu, saya siap untuk selalu
berkembang sepanjang yang diperlukan. Tidak ada yang konstan di dunia dan saya
menerima ini sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari diri saya.

Janji

Pernahkah Anda berbelanja sebuah barang di sebuah hypermarket yang
mengklaim diri sebagai harga termurah dan kemudian Anda tahu bahwa
harga di toko lain ada yang jauh lebih murah? Bagaimana perasaan Anda
saat itu? Sedikit-banyak pasti ada perasaan telah "ditipu"
atau "dikadalin". Jangan kecil hati. Saya pun pernah mengalaminya
berkali-kali. Bahkan baru beberapa hari lalu, saya mengalaminya lagi.

Saat itu, saya dan istri saya (Trifa) membeli shaver di sebuah
hypermarket kelas Internasional yang ada di sebuah mal besar di
Bandung. Harga alat cukur tersebut Rp 199.000. Kami membayarnya
dengan kartu kredit saya.

Setelah keluar dari hypermarket tersebut, kami melangkahkan kaki ke
sebuah toko buku besar yang kebetulan juga terletak dalam mal
tersebut, namun berbeda lantainya. Kami benar-benar kaget ketika
secara tidak sengaja melihat alat cukur tersebut ternyata dijual
dengan harga cuma Rp 125.000 pada counter konsinyasi di toko buku
tersebut.

Kami tentu langsung merasa "diperdaya". Sejujurnya bukan masalah
uangnya namun karena hypermarket tersebut mengklaim diri sebagai yang
termurah. Bahkan hypermarket asing ini memiliki dua program untuk
menjamin klaim tersebut yaitu barang kami beli kembali (jika tempat
lain ada yang lebih murah) atau diganti selisihnya (dari harga di
tempat lain).

Segera kami kembali ke hypermarket tersebut dan menemui bagian
pengaduan pelanggan. Petugas tersebut cukup ramah melayani kami.
Salut! Ia mengatakan akan mengembalikan uang kami (mendebet kembali
kartu kredit yang telah digosok untuk pembayaran tadi) jika kami bisa
membuktikan harga di toko buku tersebut jauh lebih murah. Jaminan
pernyataan inilah yang membuat kami mau capek-capek kembali lagi ke
toko buku yang selisih beberapa lantai dengan hypermarket tersebut.

Kami lantas membeli alat cukur di toko buku tersebut. Sayangnya,
ketika kami kembali lagi ke bagian pengaduan pelanggan hypermarket
tersebut, ia melayani kami lumayan lama. Yang membuat kami heran
bercampur bingung adalah ketika sang petugas ini menyampaikan pesan
dari pimpinannya. "Barusan di telepon beliau bilang, lain kali, lebih
baik bapak dan ibu cek dulu harga di toko buku tersebut sebelum
berbelanja di tempat kami," katanya.

Spontan kami kaget! Saya lalu mengatakan kepada petugas ini, kalau
itu prosedur standar yang harus kami lakukan sebelum berbelanja di
hypermarket tersebut, itu artinya janji harga termurah hanyalah
gombal belaka. Artinya, ia harus mengganti kampanye
menjadi, "Waspadalah! Waspadalah! Sebelum berbelanja di tempat ini,
Anda harus melakukan pengecekan harga ke toko lain."

Terus terang, petugas ini sempat sangat malu, meski ia tidak
mengatakannya toh saya bisa membacanya dari raut wajahnya yang
kemerahan. Saya cukup bersimpati kepadanya apalagi setelah ia
mengembalikan uang kami. Yang saya sayangkan adalah sikap pimpinannya
yang kurang peduli akan janji yang telah dikampanyekan sejak
hypermarket ini pertama kali buka di Bandung. Artinya, komunikasi
tentang program itu sebenarnya tidak jelas dan tidak ada
pendelegasian yang mantap sehingga sang petugas di lapangan
(frontliner) harus bolak-balik menelpon sang pimpinannya.

Jika hal ini ditarik ke dalam konteks kepemimpinan dan pemasaran maka
ada beberapa pelajaran penting yang bisa kita petik. Pertama, janji
adalah utang. Sekali Anda berjanji, sebaiknya Anda menepatinya.
Pelanggan tidak peduli proses yang harus Anda tempuh untuk menepati
janji tersebut sebab yang diinginkannya adalah hasil akhirnya (end
result) meski sebagian pelanggan barangkali bisa berempati kepada
Anda jika Anda mengalami kesulitan dalam proses menepati janji
tersebut.

Kedua, janji sebuah perusahaan haruslah dikomunikasikan kepada
seluruh orang dalam perusahaan itu, terutama para frontliner di
bagian pengaduan pelanggan. Mentor saya dalam bidang marketing, Pa
Hermawan Kartajaya pernah berkata, "Sebagai perusahaan yang berjiwa
marketing maka setiap orang di dalam perusahaan tersebut hendaklah
memiliki rasa tanggung jawab untuk memasarkan perusahaan tersebut,
tidak hanya orang yang berada di divisi marketing!" Pernyataan itu
sangat tepat. Minimal karena citra perusahaan berada di tangan semua
karyawan, tidak hanya di divisi atau lapisan tertentu.

Ketiga, pendelegasian yang bertanggung jawab akan sangat membantu
dalam upaya menangani pelanggan yang kecewa. Artinya, frontliner di
bagian pengaduan pelanggan diberikan hak dalam batasa tertentu untuk
langsung melayani pelanggan yang kecewa tanpa harus meminta petunjuk
kepada atasannya.

Terus-terang, saya adalah pelanggan cukup loyal hypermarket tersebut.
Sayang kan, hanya karena satu perkara kecil, hubungan baik yang telah
terbina selama ini menjadi rusak. Lagipula, kasus seperti ini dapat
berdampak sangat buruk bagi citra perusahaan. Barangkali Anda masih
ingat survai tentang pelanggan yang kecewa? Biasanya ia akan
menceritakan hal itu kepada 8 – 12 orang. Sebaliknya, kalau ia puas,
ia akan menceritakan hanya kepada 2 – 4 orang. Kabar buruk memang
lebih cepat menyebar.

Semoga kita semua bisa memetik pelajaran berharga dari peristiwa
sederhana ini.

Sumber: Janji oleh Paulus Winarto. Paulus Winarto adalah pemegang 2
Rekor Indonesia dari Museum Rekor Indonesia (MURI) yakni
sebagai pembicara seminar yang pertama kali berbicara dalam
seminar di angkasa dan penulis buku yang pertama kali bukunya
diluncurkan di angkasa.

Jangan Gunakan Standard Ukuran lama

Setiap saat kita berubah, tidak ada yang tetap selamanya. Sebagaimana
aliran air, ia tetaplah air tetapi setiap detik setiap tetes air
bukanlah tetesan air yang sama.

Kita pun demikian. Saya ingat belasan tahun yang lampau, pada saat
saya masih kuliah dan di usia awal 20-an, saya ini sangat "bodoh"
dan "naif" baik dalam hal karir maupun dalam strategi hidup. Kalau
diingat-ingat lagi, betapa banyaknya aksi dan reaksi saya yang tidak
hanya menyinggung perasaan orang lain, tetapi membakar jembatan
(burning the bridge, sebuah expression dalam bahasa Inggris) untuk
hubungan baik di masa depan.

Dalam kenaifan saya yang waktu itu masih hidup di dalam dunia yang
idealis, dunia bisnis terasa "kotor" dan "penuh ambisi politis" yang
kurang berkenan di dalam hati saya. Keinginan saya untuk mengubah itu
semua sangatlah mendalam, namun saat itu saya tidak menyadari bahwa
dengan berbekal pendidikan kelas satu dari Universitas Indonesia saja
tidaklah cukup.

Saat itu, intellectual inteligence saya mungkin di atas rata-rata,
namun emotional dan creativity intelligences saya masih jauh di bawah
rata-rata. I was an agry young woman. Hidup saya disetir oleh
idealisme karena kenaifan saya.

Setelah hampir sepuluh tahun merantau di Negeri Paman Clinton dan
Paman Bush, barulah gemblengan hidup saya rasakan dengan sedalam-
dalamnya. Betapa tidak, hanya dibekali dengan biaya hidup yang hanya
cukup untuk satu tahun saja, saya pergi merantau.

Saat itu saya beranikan diri untuk pergi melangkah menuju masa depan
yang lebih baik. Itu keyakinan saya saja, tanpa didukung dengan back-
up finansial yang cukup. "Pasti ada jalan untuk membiayai kuliah saya
selanjutnya," dalam hati saya berjanji.

Sebagai salah satu lulusan FHUI tahun 1994 yang terbaik dan tercepat,
serta telah mengikuti berbagai program jarak jauh dari universitas-
universitas ternama di Amerika Serikat dan TOEFL/TWE scores yang
hampir sempurna, mestinya ada program bea siswa yang bisa saya raih
di sana. Alhasil dengan keyakinan buta ini saya beranikan diri
melangkah dengan mantap.

Ternyata, biaya hidup di California sangat tinggi, sehingga mau tidak
mau saya terpaksa kerja sambil kuliah. Mungkin karena saya secara
intelektual sebenarnya tidak seberapa pandai (tidak sepandai beberapa
teman saya yang bisa menghafalkan isi sebuah buku lengkap dengan
catatan kakinya), keasyikan bekerja cukup mengganggu kuliah saya,
sehingga saya mesti memilih: kerja atau kuliah.

Tentu saja kuliah tetap prioritas, namun kerja inilah yang memberi
saya makan, biaya transportasi dan pakaian. Lagipula, fascinated
dengan cara kerja di dunia dot-com Silicon Valley (saat itu sedang
booming sebelum the bubble bursted di akhir 90-an), saya memegang
beberapa perusahaan yang meng-hire saya sebagai managing editor,
country manager dan channel manager.

Jadilah saya menggunakan 75% waktu saya untuk "kuliah"
sebagai "mahasiswa" di universitas raksasa yang bernama Silicon
Valley, yang ternyata berhasilkan "menelurkan" bisnis dot-com liliput
late bloomer yang saya dirikan tahun 2003.

Jadi, jalan hidup menentukan lain. Tidak lagi saya gila-gilaan
sekolah. Saya jatuh cinta di dunia entrepreneur.

Mengapa? Lihat saja ketika saya baru lulus sarjana, apa yang saya
ketahui soal hidup dan bisnis? Hampir tidak ada. Semuanya hanya teori
belaka.



Ternyata, praktek bisnis sangatlah menarik. Penuh dengan trik,
strategi dan resiko, yang belasan tahun lalu sangat saya hindari.
Perlahan-lahan, kepribadian saya pun berubah. Malah bisa dibilang
berubah 180 derajat. Dulu saya termasuk pendiam, tidak banyak
bertanya dan pasrah.

Sekarang? Wah, ternyata dari perjuangan saya di perantauan, saya
sudah buktikan bahwa nasib saya ada di tangan sendiri. How you
convince yourself to win will determine the outcome. Sekarang saya
sangat outspoken dan mampu membawahi belasan anak buah yang
kebanyakan adalah native speaker Americans yang berpendidikan
Master's degrees.

Dalam waktu kurang dari enam tahun, saya telah menulis lebih dari 700
artikel dalam bahasa Inggris, sekarang sudah lebih dari 850 artikel.
Dalam kurun waktu dua tahun (2002 sampai 2004), saya telah menulis
dan menerbitkan 15 buku (distribusi di USA dan Canada). Bagaimana hal
ini bisa terjadi?

Pertama, dengan adanya perubahan lingkungan (dari hidup nyaman di
Indonesia ke Amerika Serikat yang serba asing), saya memulai hidup
baru yang totally berbeda. Dari mesti mencuci baju sendiri sampai
mengurus semua dokumen imigrasi sendiri sambil kuliah dan kerja, saya
belajar untuk harus selalu percaya akan kemampuan diri sendiri. Dari
hal kecil sampai yang besar.

Kedua, dengan adanya "keterpaksaan" untuk terus mencari jalan yang
dapat membawa saya kepada kehidupan yang lebih baik dari segi
emosional, psikologis dan finansial di tanah asing, mau tidak mau
saya "dipaksa" oleh keadaan untuk melihat pintu-pintu peluang yang
selama ini hanya samar-samar saja terlihat.

Ketiga, kehidupan di tanah rantau sangat "overwhelming," sehingga mau
tidak mau saya mesti memilah-milahkannya dalam bite size. Artinya,
setiap hal saya pilah-pilah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga
mampu saya olah dan kerjakan. Misalnya, saya mampu menyelesaikan
penulisan satu buku dalam waktu satu bulan. Mudah saja, dalam satu
hari saya menulis 10 halaman, dalam satu bulan (20 hari kerja), sudah
200 halaman terselesaikan.

Perubahan kepribadian saya ini sudah saya rasakan manfaatnya.
Bayangkan, bagaimana kalau saya tidak berubah menjadi outspoken? Wah,
jelas saya tidak mampu untuk mempresentasikan hasil kerja saya di
business meetings dan tidak mampu untuk melakukan negosiasi bisnis.
Seorang "pendiam" di Amerika Serikat kebanyakan hanya bekerja di
belakang meja, melakukan pekerjaan- pekerjaan teknikal yang tidak
membutuhkan banyak communication skills.

Dengan membuka diri saya terhadap perubahan yang dibawa oleh
lingkungan dan kebutuhan untuk survive di tanah rantau, ternyata saya
temukan "diri saya yang baru," yaitu seorang entrepreneur.

Walaupun untuk ukuran Silicon Valley perusahaan dot-com yang saya
dirikan masih bisa dibilang berukuran liliput, I'm on my right path.
Saya telah menemukan jalan hidup saya sendiri.

Jika Anda mengenal saya beberapa belas tahun yang lalu, mungkin Anda
sudah sulit menemukan diri saya yang dulu lagi. Ini juga berlaku
dengan diri Anda dan orang-orang yang Anda kenal lainnya.

Ingatlah bahwa dunia berubah terus, termasuk makhluk- makhluk yang
hidup di muka bumi, termasuk diri Anda sendiri. Bukalah diri Anda
terhadap perubahan, sehingga perubahan dapat menemukan tempatnya di
dalam diri Anda.

Bukankah sukses adalah kemampuan kita untuk menerima perubahan dan
memberi arti kepadanya dan bagi diri kita sendiri?

Sumber: Jangan Gunakan Standar Ukuran Lama oleh Jennie S. Bev. Jennie
S. Bev adalah penulis perantauan di Amerika Serikat.

Jadikan Setiap Detik Begitu Istimewa

it's nice to read...


Sahabatku membuka laci tempat istrinya menyimpan
pakaian dalam dan membuka bungkusan berbahan sutra
"Ini, ......", dia berkata, "Bukan bungkusan yang
asing lagi". Dia membuka kotak itu dan memandang
pakaian dalam sutra serta kotaknya. "Istriku
mendapatkan ini ketika pertama kali kami pergi ke New
York, 8 atau 9 tahun yang lalu. Dia tidak pernah
mengeluarkan bungkusan ini. Karena menurut dia, hanya
akan digunakan untuk kesempatan yang istimewa.

Dia melangkah dekat tempat tidur dan meletakkan
bungkusan hadiah didekat pakaian yang dia pakai ketika
pergi ke pemakaman. Istrinya baru saja meninggal.
Dia menoleh padaku dan berkata :
"JANGAN PERNAH MENYIMPAN SESUATU UNTUK KESEMPATAN
ISTIMEWA, SETIAP HARI DALAM HIDUPMU ADALAH KESEMPATAN
YANG ISTIMEWA !"

Aku masih berpikir bahwa kata-kata itu akhirnya
mengubah hidupku. Sekarang aku lebih banyak membaca
dan mengurangi bersih-bersih. Aku duduk di sofa tanpa
khawatir tentang apapun. Aku meluangkan waktu lebih
banyak bersama keluargaku dan mengurangi waktu
bekerjaku. Aku mengerti bahwa kehidupan seharusnya
menjadi sumber pengalaman supaya bisa hidup, tidak
semata-mata supaya bisa survive (bertahan hidup) saja.

Aku tidak berlama-lama menyimpan sesuatu. Aku
menggunakan gelas-gelas kristal setiap hari. Aku akan
mengenakan pakaian baru untuk pergi ke Supermarket,
jika aku menyukainya. Aku tidak menyimpan parfum
specialku untuk kesempatan istimewa, aku
menggunakannya kemanapun aku menginginkannya.
Kata-kata "Suatu hari ." dan Satu saat nanti
....."sudah lenyap dari kamusku. Jika dengan melihat,
mendengar dan melakukan sesuatu ternyata bisa menjadi
berharga, aku ingin melihat, mendengar atau
melakukannya sekarang.

Aku ingin tahu apa yang dilakukan oleh istri temanku
apabila dia tahu dia tidak akan ada di sana pagi
berikutnya, ini yang tak seorangpun mampu
mengatakannya. Aku berpikir, dia mungkin sedang
menelepon rekan-rekannya serta sahabat terdekatnya.
Barangkali juga dia menelpon teman lama untuk berdamai
atas perselisihan yang pernah mereka lakukan. Aku suka
berpikir bahwa dia mungkin pergi makan Martabak
Spesial, makanan favoritnya. Semua ini adalah hal-hal
kecil yang mungkin akan aku sesali jika tak aku
lakukan, jika aku tahu waktu sudah dekat.

Aku akan menyesalinya, karena aku tidak akan lebih
lama lagi melihat teman-teman yang akan aku temui,
juga surat-surat yang ingin aku tulis Suatu hari
nanti". Aku akan menyesal ! dan merasa sedih, karena
aku tidak sempat mengatakan betapa aku mencintai
orangtuaku, saudara-saudaraku dan teman2ku.
Sekarang, aku mencoba untuk tidak menunda atau
menyimpan apapun yang bisa membuatku tertawa dan bisa
membuatku menikmati hidup. Dan, setiap pagi, aku
berkata kepada diriku sendiri bahwa hari ini akan
menjadi hari istimewa. Setiap hari, setiap jam, setiap
menit, adalah istimewa.

Ikan Dan Air

Suatu hari seorang ayah dan anaknya sedang duduk berbincang-bincang di
tepi sungai. Kata Ayah kepada anaknya, "Lihatlah anakku, air begitu penting
dalam kehidupan ini, tanpa air kita semua akan mati."



Pada saat yang bersamaan, seekor ikan kecil mendengarkan percakapan itu
dari bawah permukaan air, ia mendadak menjadi gelisah dan ingin tahu apakah
air itu, yang katanya begitu penting dalam kehidupan ini। Ikan kecil itu
berenang dari hulu sampai ke hilir sungai sambil bertanya kepada setiap ikan
yang ditemuinya, "Hai, tahukah kamu dimana air ?



Aku telah mendengar percakapan manusia bahwa tanpa air kehidupan akan
mati।" Ternyata semua ikan tidak mengetahui dimana air itu, si ikan kecil
semakin gelisah, lalu ia berenang menuju mata air untuk bertemu dengan ikan
sepuh yang sudah berpengalaman, kepada ikan sepuh itu ikan kecil ini
menanyakan hal serupa, "Dimanakah air ?"



Jawab ikan sepuh, "Tak usah gelisah anakku, air itu telah mengelilingimu,
sehingga kamu bahkan tidak menyadari kehadirannya. Memang benar, tanpa air kita akan
mati."

Apa arti cerita tersebut bagi kita ?

Manusia kadang-kadang mengalami situasi seperti si ikan kecil, mencari
kesana kemari tentang kehidupan dan kebahagiaan, padahal ia sedang
menjalanin ya, bahkan kebahagiaan sedang melingkupinya sampai-sampai dia
tidak menyadarinya.....



Kehidupan dan kebahagiaan ada di sekeliling kita dan sedang kita jalani,
sepanjang kita mau membuka diri dan pikiran kita, karena saat untuk
berbahagia adalah saat ini, saat untuk berbahagia dapat kita tentukan.



"Being happy can be hard work sometimes, it is like maintaining a nice
home, you've got to hang on to your treasures and throw out the garbage."

"Being happy requires looking for the good things. One person sees the
beautiful view and the other sees the dirty window, choose what you see and
what you think."

"Right here, right now, from here until tomorrow"

HIDUP INI SEDERHANA KOK...

Ada seseorang saat melamar kerja, memungut sampah kertas di lantai ke
dalam tong sampah, dan hal itu terlihat oleh peng-interview, dan dia
mendapatkan pekerjaan tersebut.
* Ternyata untuk memperoleh penghargaan sangat mudah, cukup memelihara kebiasaan yang baik.

Ada seorang anak menjadi murid di toko sepeda. Suatu saat ada seseorang yang mengantarkan sepeda rusak untuk diperbaiki di toko tsb. Selain memperbaiki sepeda tsb, si anak ini juga membersihkan sepeda hingga bersih mengkilap. Murid-murid lain menertawakan perbuatannya. Keesokan hari setelah sang empunya sepeda mengambil sepedanya, si adik kecil ditarik/diambil kerja di tempatnya.
* Ternyata untuk menjadi orang yang berhasil sangat mudah, cukup punya inisiatif sedikit saja.

Seorang anak berkata kepada ibunya: "Ibu hari ini sangat cantik."
Ibu menjawab: "Mengapa?"
Anak menjawab: "Karena hari ini ibu sama sekali tidak marah-marah."
* Ternyata untuk memiliki kecantikan sangatlah mudah, hanya perlu tidak marah-marah.

Seorang petani menyuruh anaknya setiap hari bekerja giat di sawah.
Temannya berkata: "Tidak perlu menyuruh anakmu bekerja keras, Tanamanmu tetap akan tumbuh dengan subur."
Petani menjawab: "Aku bukan sedang memupuk tanamanku, tapi aku sedang
membina anakku."
* Ternyata membina seorang anak sangat mudah, cukup membiarkan dia rajin bekerja.

Seorang pelatih bola berkata kepada muridnya: "Jika sebuah bola jatuh ke dalam rerumputan, bagaimana cara mencarinya?"
Ada yang menjawab: "Cari mulai dari bagian tengah."
Ada pula yang menjawab: "Cari di rerumputan yang cekung ke dalam."
Dan ada yang menjawab: "Cari di rumput yang paling tinggi."
Pelatih memberikan jawaban yang paling tepat: "Setapak demi setapak cari dari ujung rumput sebelah sini hingga ke rumput sebelah sana."
* Ternyata jalan menuju keberhasilan sangat gampang, cukup melakukan
segala sesuatunya setahap demi setahap secara berurutan, jangan
meloncat-loncat.

Katak yang tinggal di sawah berkata kepada katak yang tinggal di pinggir jalan:
"Tempatmu terlalu berbahaya, tinggallah denganku."
Katak di pinggir jalan menjawab: "Aku sudah terbiasa, malas untuk pindah." Beberapa hari kemudian katak "sawah" menjenguk katak "pinggir jalan" dan menemukan bahwa si katak sudah mati dilindas mobil yang lewat.
* Ternyata sangat mudah menggenggam nasib kita sendiri, cukup hindari
kemalasan saja.

Ada segerombolan orang yang berjalan di padang pasir, semua berjalan
dengan berat, sangat menderita, hanya satu orang yang berjalan dengan
gembira.
Ada yang bertanya: "Mengapa engkau begitu santai?"
Dia menjawab sambil tertawa: "Karena barang bawaan saya sedikit."
* Ternyata sangat mudah untuk memperoleh kegembiraan, cukup tidak serakah dan memiliki secukupnya saja.
YANG PALING PENTING, HIDUP INI ADALAH IBADAH.
MARI KITA LURUSKAN NIAT, INSYA ALLAH HIDUP KITA MENJADI IBADAH DAN BERMANFAAT BUAT UMAT.
BUKANKAH RASUL BERPESAN:
1. HARI INI LEBIH BURUK DARI KEMARIN ---> CELAKA
2. HARI INI SAMA DENGAN KEMARIN ---> RUGI
3. HARI INI LEBIH BAIK DARI KEMARIN ---> BERUNTUNG
JADI, SATU-SATUNYA PILIHAN ADALAH CONTINUOUS IMPROVEMENT....
MUDAH-MUDAHAN BERMANFAAT...

Di suatu masa warna-warna

Di suatu masa warna-warna dunia mulai bertengkar
Semua menganggap dirinyalah yang terbaik
yang paling penting
yang paling bermanfaat
yang paling disukai
HIJAU berkata:"Jelas akulah yang terpenting.
Aku adalah pertanda kehidupan dan harapan.
Aku dipilih untuk mewarnai rerumputan, pepohonan dan dedaunan.
Tanpa aku, semua hewan akan mati.
Lihatlah ke pedesaan, aku adalah warna mayoritas..."
BIRU menginterupsi:
"Kamu hanya berpikir tentang bumi,
pertimbangkanlah langit dan samudra luas.
Airlah yang menjadi dasar kehidupan dan
awan mengambil kekuatan dari kedalaman lautan.
Langit memberikan ruang dan kedamaian dan ketenangan.
Tanpa kedamaian, kamu semua tidak akan menjadi apa-apa"
KUNING cekikikan:
"Kalian semua serius amat sih?
Aku membawa tawa, kesenangan dan kehangatan bagi dunia.
Matahari berwarna kuning, dan bintang-bintang berwarna kuning.
Setiap kali kau melihat bunga matahari, seluruh dunia mulai tersenyum.
Tanpa aku, dunia tidak ada kesenangan."
ORANYE menyusul dengan meniupkan trompetnya:
"Aku adalah warna kesehatan dan kekuatan.
Aku jarang, tetapi aku berharga karena aku mengisi kebutuhan kehidupan manusia.
Aku membawa vitamin-vitamin terpenting. Pikirkanlah wortel, labu, jeruk, mangga dan pepaya.
Aku tidak ada dimana-mana setiap saat,
tetapi aku mengisi lazuardi saat fajar atau saat matahari terbenam.
Keindahanku begitu menakjubkan hingga tak seorangpun dari kalian
akan terbetik di pikiran orang."
MERAH tidak bisa diam lebih lama dan berteriak:
"Aku adalah Pemimpin kalian. Aku adalah darah - darah kehidupan!
Aku adalah warna bahaya dan keberanian.
Aku berani untuk bertempur demi suatu kuasa.
Aku membawa api ke dalam darah.
Tanpa aku, bumi akan kosong laksana bulan.
Aku adalah warna hasrat dan cinta, mawar merah, poinsentia dan bunga poppy."
UNGU bangkit dan berdiri setinggi-tingginya ia mampu:
Ia memang tinggi dan berbicara dengan keangkuhan.
"Aku adalah warna kerajaan dan kekuasaan.
Raja, Pemimpin dan para
Uskup memilih aku sebagai pertanda otoritas dan kebijaksanaan.
Tidak seorangpun menentangku. Mereka mendengarkan dan me nuruti kehendakku."
Akhirnya NILA berbicara
lebih pelan dari yang
lainnya, namun dengan kekuatan niat yang sama:
"Pikirkanlah tentang aku. Aku warna diam.
Kalian jarang memperhatikan adaku, namun tanpaku kalian semua menjadi dangkal.
Aku merepresentasikan pemikiran dan refleksi, matahari terbenam dan kedalaman laut.
Kalian membutuhkan aku untuk keseimbangan dan kontras, untuk doa dan ketentraman batin."

Jadi, semua warna terus menyombongkan diri,
masing-masing yakin akan superioritas dirinya.
Perdebatan mereka menjadi semakin keras.
Tiba-tiba, sinar halilitar melintas membutakan.
Guruh menggelegar.
Hujan mulai turun tanpa ampun.
Warna-warna bersedeku
bersama ketakutan, berdekatan satu sama lain mencari ketenangan.


Di tengah suara gemuruh, hujan berbicara:
"WARNA-WARNA TOLOL, kalian bertengkar satu sama lain,
masing-masing ingin mendominasi yang lain. Tidakkah kalian
tahu bahwa kalian masing-masing diciptakan untuk tujuan khusus,
unik dan berbeda?
Berpegangan tanganlah dan mendekatlah kepadaku!"
Menuruti perintah, warna-warna berpegangan tangan mendekati
hujan, yang kemudian berkata:

"Mulai sekarang, setiap kali hujan mengguyur,
masing-masing dari kalian akan membusurkan diri sepanjang langit bagai
busur warna sebagai pengingat bahwa kalian semua dapat hidup bersama
dalam kedamaian.



Pelangi adalah pertanda Harapan hari esok."
Jadi, setiap kali HUJAN deras menotok membasahi dunia, dan saat
Pelangi memunculkan diri di angkasa marilah kita
MENGINGAT untuk selalu
MENGHARGAI satu sama lain.
MASING-MASING KITA MEMPUNYAI SESUATU YANG UNIK
KITA SEMUA DIBERIKAN KELEBIHAN UNTUK MEMBUAT PERUBAHAN DI DUNIA
DAN SAAT KITA MENYADARI PEMBE RIAN ITU, LEWAT KEKUATAN VISI KITA,
KITA MEMPEROLEH KEMAMPUAN UNTUK MEMBENTUK MASA DEPAN ....



Persahabatan itu bagaikan pelangi:

Merah bagaikan buah apel, terasa manis di dalamnya.
Jingga bagaikan kobaran api yang tak akan pernah padam.
Kuning bagaikan mentari yang menyinari hari-hari kita.
Hijau bagaikan tanaman yang tumbuh subur.
Biru bagaikan air jernih alami.
Ungu bagaikan kuntum bunga yang merekah.
Nila-lembayung bagaikan mimpi-mimpi yang mengisi kalbu.


!

Cinta....... ..

Artikel ini bagus banget untuk jadi bahan renungan setiap orang....
Apa pun status Anda saat ini.... menikah, cerai, belum menikah,
ingin menikah, pacaran menuju pernikahan, dalam perselingkuhan,
dan apa pun itu deh....

Segitiga Cinta
Ada banyak alasan orang untuk menikah. Ada yang bilang bahwa
pasangannya enak diajak bicara. Ada yang bilang pasangannya sangat
perhatian. Ada yang bilang merasa aman dekat dengan pasangannya.
Ada yang bilang pasangannya macho atau sexy. Ada yang bilang
pasangannya pandai melucu. Ada yang bilang pasangannya pandai memasak.
Ada yang bilang pasangannya pandai menyenangkan orang tua. Pendek kata
kebanyakan orang bilang dia COCOK dengan pasangannya.

Ada banyak alasan pula untuk bercerai. Ada yang bilang pasangannya
judes, bila diajak bicara cenderung emosional. Ada yang bilang
pasangannya sangat memperhatikan pekerjaannya saja, lupa kepada
orang-orang di rumah yang setia menunggu. Ada yang bilang
pasangannya sangat pendiam, tidak dapat bertindak cepat dalam
situasi darurat, sehingga merasa kurang terlindungi. Ada yang bilang
pasangannya kurang menggairahkan. Ada yang bilang pasangannya gak
nyambung kalau bicara. Ada yang bilang masakan pasangannya terlalu
asin atau terlalu manis. Ada yang bilang pasangannya tidak dapat
mengambil hati mertuanya. Pendek kata kebanyakan orang bilang
bahwa dia TIDAK COCOK LAGI dengan pasangannya.

Kebanyakan orang sebetulnya menikah dalam ketidakcocokan. Bukan
dalam kecocokan. Dr. Paul Gunadi menyebut kecocokan-kecocokan
diatas sebagai sebuah ilusi pernikahan. Dua orang yang pada waktu
pacaran merasa cocok, tidak akan serta merta berubah menjadi tidak
cocok setelah mereka menikah.

Ada hal-hal yang hilang setelah mereka menikah, yang sebelumnya
mereka pertahankan benar-benar selama pacaran. Sebagai contoh,
pada waktu pacaran dua sejoli akan saling memperhatikan, saling
mendahulukan satu dengan yang lain, saling menghargai, saling
mencintai. Lalu apa yang dapat menjadi pengikat yang mampu terus
mempertahankan sebuah pernikahan, bila kecocokan-kecocokan itu
tidak ada lagi? Jawabannya adalah KOMITMEN.

Seorang kawan saya di Surabaya membuat sebuah penelitian, perilaku
selingkuh kaum adam pada waktu mereka dinas luar kota dan jauh
dari anak / isterinya. Apa yang membuat pria-pria tersebut selingkuh
tidak perlu dijabarkan lagi. Tetapi apa yang membuat pria-pria tersebut
bertahan untuk tidak selingkuh?
Jawaban dari penelitian tersebut sama dengan diatas yaitu :
KOMITMEN.

Hanya komitmen yang kuat mampu menahan gelombang godaan dunia
modern, pada waktu seorang pria berada jauh dari keluarganya. Begitu
pula sebaliknya, pada kasus wanita yang berselingkuh.

Komitmen adalah sebagian dari cinta dalam definisi seorang psikolog
kenamaan bernama Sternberg. Dia menyebutnya sebagai "triangular
love" atau segitiga cinta dimana ketiga sudutnya berisi : Intimacy
(keintiman), Passion (gairah) dan Commitment (komitmen). Sebuah
cinta yang lengkap dalam sebuah rumah tangga selayaknya memiliki
ketiga hal diatas.

Intimacy atau keintiman adalah perasaan dekat, enak, nyaman, ada
ikatan satu dengan yang lainnya.

Passion atau gairah adalah perasaan romantis, ketertarikan secara
fisik dan seksual dan berbagai macam perasaan hangat antar pasangan.

Commitment atau komitmen adalah sebuat keputusan final bahwa
seseorang akan mencintai pasangannya dan akan terus memelihara
cinta tersebut "until death do us apart".

Itulah segitiga cinta karya Sternberg yang cukup masuk akal untuk
dipelihara dalam kehidupan rumah tangga. Bila sebuah relasi
kehilangan salah satu atau lebih dari 3 unsur diatas, maka relasi
itu tidak dapat dikatakan sebagai cinta yang lengkap dalam konteks
hubungan suami dan isteri, melainkan akan menjadi bentuk-bentuk
cinta yang berbeda.

Sebagai contoh :

Bila sebuah relasi hanya berisi intimacy dan commitment saja, maka
relasi seperti ini biasa disebut sebagai persahabatan.

Bila sebuah relasi hanya bersisi passion dan intimacy saja tanpa
commitment, maka ia biasa disebut sebagai kumpul kebo.

Bila sebuah relasi hanya mengandung passion saja tanpa intimacy
dan commitment, maka ia biasa disebut sebagai infatuation
(tergila-gila)
.

Nah, bagaimana bentuk cinta anda... ???