Jumat, 01 Oktober 2010

Jangan Gunakan Standard Ukuran lama

Setiap saat kita berubah, tidak ada yang tetap selamanya. Sebagaimana
aliran air, ia tetaplah air tetapi setiap detik setiap tetes air
bukanlah tetesan air yang sama.

Kita pun demikian. Saya ingat belasan tahun yang lampau, pada saat
saya masih kuliah dan di usia awal 20-an, saya ini sangat "bodoh"
dan "naif" baik dalam hal karir maupun dalam strategi hidup. Kalau
diingat-ingat lagi, betapa banyaknya aksi dan reaksi saya yang tidak
hanya menyinggung perasaan orang lain, tetapi membakar jembatan
(burning the bridge, sebuah expression dalam bahasa Inggris) untuk
hubungan baik di masa depan.

Dalam kenaifan saya yang waktu itu masih hidup di dalam dunia yang
idealis, dunia bisnis terasa "kotor" dan "penuh ambisi politis" yang
kurang berkenan di dalam hati saya. Keinginan saya untuk mengubah itu
semua sangatlah mendalam, namun saat itu saya tidak menyadari bahwa
dengan berbekal pendidikan kelas satu dari Universitas Indonesia saja
tidaklah cukup.

Saat itu, intellectual inteligence saya mungkin di atas rata-rata,
namun emotional dan creativity intelligences saya masih jauh di bawah
rata-rata. I was an agry young woman. Hidup saya disetir oleh
idealisme karena kenaifan saya.

Setelah hampir sepuluh tahun merantau di Negeri Paman Clinton dan
Paman Bush, barulah gemblengan hidup saya rasakan dengan sedalam-
dalamnya. Betapa tidak, hanya dibekali dengan biaya hidup yang hanya
cukup untuk satu tahun saja, saya pergi merantau.

Saat itu saya beranikan diri untuk pergi melangkah menuju masa depan
yang lebih baik. Itu keyakinan saya saja, tanpa didukung dengan back-
up finansial yang cukup. "Pasti ada jalan untuk membiayai kuliah saya
selanjutnya," dalam hati saya berjanji.

Sebagai salah satu lulusan FHUI tahun 1994 yang terbaik dan tercepat,
serta telah mengikuti berbagai program jarak jauh dari universitas-
universitas ternama di Amerika Serikat dan TOEFL/TWE scores yang
hampir sempurna, mestinya ada program bea siswa yang bisa saya raih
di sana. Alhasil dengan keyakinan buta ini saya beranikan diri
melangkah dengan mantap.

Ternyata, biaya hidup di California sangat tinggi, sehingga mau tidak
mau saya terpaksa kerja sambil kuliah. Mungkin karena saya secara
intelektual sebenarnya tidak seberapa pandai (tidak sepandai beberapa
teman saya yang bisa menghafalkan isi sebuah buku lengkap dengan
catatan kakinya), keasyikan bekerja cukup mengganggu kuliah saya,
sehingga saya mesti memilih: kerja atau kuliah.

Tentu saja kuliah tetap prioritas, namun kerja inilah yang memberi
saya makan, biaya transportasi dan pakaian. Lagipula, fascinated
dengan cara kerja di dunia dot-com Silicon Valley (saat itu sedang
booming sebelum the bubble bursted di akhir 90-an), saya memegang
beberapa perusahaan yang meng-hire saya sebagai managing editor,
country manager dan channel manager.

Jadilah saya menggunakan 75% waktu saya untuk "kuliah"
sebagai "mahasiswa" di universitas raksasa yang bernama Silicon
Valley, yang ternyata berhasilkan "menelurkan" bisnis dot-com liliput
late bloomer yang saya dirikan tahun 2003.

Jadi, jalan hidup menentukan lain. Tidak lagi saya gila-gilaan
sekolah. Saya jatuh cinta di dunia entrepreneur.

Mengapa? Lihat saja ketika saya baru lulus sarjana, apa yang saya
ketahui soal hidup dan bisnis? Hampir tidak ada. Semuanya hanya teori
belaka.



Ternyata, praktek bisnis sangatlah menarik. Penuh dengan trik,
strategi dan resiko, yang belasan tahun lalu sangat saya hindari.
Perlahan-lahan, kepribadian saya pun berubah. Malah bisa dibilang
berubah 180 derajat. Dulu saya termasuk pendiam, tidak banyak
bertanya dan pasrah.

Sekarang? Wah, ternyata dari perjuangan saya di perantauan, saya
sudah buktikan bahwa nasib saya ada di tangan sendiri. How you
convince yourself to win will determine the outcome. Sekarang saya
sangat outspoken dan mampu membawahi belasan anak buah yang
kebanyakan adalah native speaker Americans yang berpendidikan
Master's degrees.

Dalam waktu kurang dari enam tahun, saya telah menulis lebih dari 700
artikel dalam bahasa Inggris, sekarang sudah lebih dari 850 artikel.
Dalam kurun waktu dua tahun (2002 sampai 2004), saya telah menulis
dan menerbitkan 15 buku (distribusi di USA dan Canada). Bagaimana hal
ini bisa terjadi?

Pertama, dengan adanya perubahan lingkungan (dari hidup nyaman di
Indonesia ke Amerika Serikat yang serba asing), saya memulai hidup
baru yang totally berbeda. Dari mesti mencuci baju sendiri sampai
mengurus semua dokumen imigrasi sendiri sambil kuliah dan kerja, saya
belajar untuk harus selalu percaya akan kemampuan diri sendiri. Dari
hal kecil sampai yang besar.

Kedua, dengan adanya "keterpaksaan" untuk terus mencari jalan yang
dapat membawa saya kepada kehidupan yang lebih baik dari segi
emosional, psikologis dan finansial di tanah asing, mau tidak mau
saya "dipaksa" oleh keadaan untuk melihat pintu-pintu peluang yang
selama ini hanya samar-samar saja terlihat.

Ketiga, kehidupan di tanah rantau sangat "overwhelming," sehingga mau
tidak mau saya mesti memilah-milahkannya dalam bite size. Artinya,
setiap hal saya pilah-pilah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga
mampu saya olah dan kerjakan. Misalnya, saya mampu menyelesaikan
penulisan satu buku dalam waktu satu bulan. Mudah saja, dalam satu
hari saya menulis 10 halaman, dalam satu bulan (20 hari kerja), sudah
200 halaman terselesaikan.

Perubahan kepribadian saya ini sudah saya rasakan manfaatnya.
Bayangkan, bagaimana kalau saya tidak berubah menjadi outspoken? Wah,
jelas saya tidak mampu untuk mempresentasikan hasil kerja saya di
business meetings dan tidak mampu untuk melakukan negosiasi bisnis.
Seorang "pendiam" di Amerika Serikat kebanyakan hanya bekerja di
belakang meja, melakukan pekerjaan- pekerjaan teknikal yang tidak
membutuhkan banyak communication skills.

Dengan membuka diri saya terhadap perubahan yang dibawa oleh
lingkungan dan kebutuhan untuk survive di tanah rantau, ternyata saya
temukan "diri saya yang baru," yaitu seorang entrepreneur.

Walaupun untuk ukuran Silicon Valley perusahaan dot-com yang saya
dirikan masih bisa dibilang berukuran liliput, I'm on my right path.
Saya telah menemukan jalan hidup saya sendiri.

Jika Anda mengenal saya beberapa belas tahun yang lalu, mungkin Anda
sudah sulit menemukan diri saya yang dulu lagi. Ini juga berlaku
dengan diri Anda dan orang-orang yang Anda kenal lainnya.

Ingatlah bahwa dunia berubah terus, termasuk makhluk- makhluk yang
hidup di muka bumi, termasuk diri Anda sendiri. Bukalah diri Anda
terhadap perubahan, sehingga perubahan dapat menemukan tempatnya di
dalam diri Anda.

Bukankah sukses adalah kemampuan kita untuk menerima perubahan dan
memberi arti kepadanya dan bagi diri kita sendiri?

Sumber: Jangan Gunakan Standar Ukuran Lama oleh Jennie S. Bev. Jennie
S. Bev adalah penulis perantauan di Amerika Serikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar